Steve Jobs : Stay Hungry, Stay Foolish
by Uun Nurcahyanti, On Friday October 14, 2011
Berikut adalah terjemahan pidato almarhum Steve Jobs, Founder dan Owner
Apple yang telah diterjemahkan oleh Dadang Kadarusman pada tanggal 17 Juni,
2009 silam.
Silakan baca dan renungkan.
Saya merasa terhormat untuk menghadiri acara wisuda anda dari salah satu
perguruan tinggi terbaik di dunia. Sejujurnya, saya tidak pernah lulus dari
perguruan tinggi. Jadi, bisa saya katakan bahwa ini adalah jalan yang paling
dekat bagi saya untuk ‘mengikuti wisuda’. Hari ini, saya ingin menyampaikan
kepada anda 3 kisah tentang hidup saya. Itu saja. Tidak kurang, tidak lebih.
Hanya 3 kisah.
Kisah pertama adalah tentang menghubungkan jejak-jejak kehidupan.
Saya Drop out dari Reed College (RC didirikan tahun 1908 di Portland,
Oregon), dalam 6 bulan pertama, namun tetap tinggal di kampus selama sekitar 18
bulan berikutnya sebelum saya benar-benar keluar. Tahukah Anda, mengapa saya
drop out?
Hal itu berawal sejak saya belum lahir, Ibu kandung saya adalah seorang
perempuan muda, siswa sebuah universitas yang belum menikah. Dan dia memutuskan
untuk mengijinkan saya diadopsi. Dia berkeinginan kuat agar saya diadopsi oleh
orang tua yang berpendidikan tinggi. Oleh karenanya, segala sesuatunya sudah
dirancang sebaik mungkin sehingga ketika lahir, saya akan langsung diadopsi
oleh keluarga seorang pengacara. Namun, ketika saya lahir, keluarga itu secara
mendadak mengatakan bahwa mereka menginginkan anak perempuan. Maka orang tua
angkat saya yang berada dalam daftar tunggu mendapatkan telepon ditengah
malam;”Kami mempunyai bayi laki-laki yang tidak diharapkan, apakah Anda
menginginkannya?” Mereka bilang;”Tentu saja.”
Ibu kandung saya kemudian mengetahui bahwa calon ibu saya tidak pernah lulus
kuliah, bahkan calon ayah saya tidak pernah lulus SMA. Karenanya, Ibu menolak
untuk menandatangani dokumen adopsi itu. Namun, beberapa bulan kemudian
akhirnya Ibu setuju, ketika kedua orang tua angkat saya berjanji akan menyekolahkan
saya ke perguruan tinggi. Inilah awal bagi kehidupan saya.
Dan 17 tahun kemudian, saya benar-benar bisa sekolah di perguruan tinggi.
Namun, betapa naifnya saya ketika memilih sebuah perguruan tinggi yang nyaris
sama mahalnya dengan Stanford, sehingga semua tabungan kedua orang tua saya
dihabiskan untuk membayar biaya kuliah. Setelah 6 bulan, saya tidak juga
berhasil menemukan manfaatnya bersekolah semahal itu. Saya sama sekali tidak
mengerti apa yang saya inginkan dalam hidup, dan saya tidak tahu apakah sekolah
bisa membantu saya untuk menemukannya. Padahal, disekolah ini saya sudah
menghabiskan semua uang yang orang tua saya kumpulkan dengan susah payah
disepanjang hidup mereka.
Maka, saya memutuskan untuk berhenti sekolah, dan meyakini bahwa segala sesuatunya
akan baik-baik saja. Sungguh sangat menakutkan saat itu, tapi jika saya
menengok kebelakang dari sekarang; maka itu merupakan salah satu keputusan
terbaik yang pernah saya buat. Sejak saya drop out, saya bisa terbebas dari
keharusan untuk mengikuti pelajaran-pelajaran yang tidak saya sukai, malah
sebaliknya justru saya bisa mengikuti pelajaran-pelajaran lain yang jauh lebih
menarik.
Ini bukan kisah romantis. Saya tidak memiliki tempat tinggal yang pantas,
sehingga saya tidur dilantai kamar teman saya. Saya mengembalikan botol minuman
untuk menukarnya dengan deposit 5¢ supaya bisa membeli makanan. Dan setiap hari
minggu saya harus berjalan sejauh 11 kilometer untuk mendapatkan sedekah berupa
makan malam seminggu sekali di kuil Hare Krishna. Saya menyukai semua
pengalaman itu. Terutama kepada keputusan untuk mengikuti rasa ingin tahu dan
intuisi saya yang pada akhirnya memberikan manfaat tidak ternilai dikemudian
hari. Ijinkan saya untuk memberikan satu contoh:
Reed College pada waktu itu merupakan tempat terbaik untuk mempelajari seni
kaligrafi. Seluruh kampus dihiasi oleh poster, gambar, dan atribut kaligrafi
buatan tangan yang sangat indah. Karena saya sudah drop out dan tidak memiliki
kewajiban untuk mengikuti kelas normal, maka saya memutuskan untuk mengambil
kelas pelajaran kaligrafi, lalu mempelajari bagaimana cara melakukannya. Saya
belajar tentang huruf ‘serif dan san serif’. Tentang variasi jarak antar huruf
dan kombinasinya. Tentang apapun yang menghasilkan keindahan pada tipografi.
Ilmu itu sungguh sangat indah, bernilai historis, sangat artistik, dan saya
menjadi semakin tertarik padanya.
Tidak ada secercah harapanpun untuk bisa memanfaatkan semua itu dalam
kehidupan saya. Namun, sepuluh tahun kemudian, ketika kami mendesain computer
Machintos untuk pertama kalinya, semua pelajaran itu terasa manfaatnya bagi
saya. Dan kami menerapkannya dalam desain komputer Mac. Itu merupakan computer
pertama yang memiliki tipografi yang indah. Jika saya tidak pernah mengikuti
pelajaran kaligrafi dikampus itu, maka Mac tidak akan pernah memiliki beragam
tipe dan jarak antar huruf yang seproporsional itu. Dan karena Window hanya
bisa meniru Mac, maka kemungkinan tidak akan ada komputer yang memiliki
kemampuan itu. Jika saya tidak pernah drop out, maka saya tidak akan pernah
masuk ke kelas kaligrafi, dan mungkin personal computer tidak memiliki
tipografi seindah seperti saat ini.
Tentu saja mustahil untuk menyambungkan jejak demi jejak kehidupan itu untuk
melihat masa depan; ketika saya masih kuliah dulu. Namun, sungguh betapa
sangat, sangat jelasnya untuk melihat kebelakang setelah sepuluh tahun
kemudian.
Sekali lagi, Anda tidak akan bisa menghubungkan jejak demi jejak kehidupan
dengan cara melihat kemasa depan; Anda hanya akan bisa menyambungkan
jejak-jejak itu kebelakang. Jadi, Anda harus percaya bahwa jejak-jejak itu akan
menghubungkan Anda dengan masa depan Anda. Anda harus meyakini sesuatu –
perasaan hati Anda, takdir, kehidupan, karma, apapun itu. Karena, meyakini
bahwa jejak-jejak kehidupan itu akan membangun jalan menuju masa depan, akan
memberi anda keyakinan diri untuk mengikuti suara hati, meskipun tidak
selamanya nyaman, namun itulah yang akan membuat semua perbedaan.
Kisah kedua saya adalah tentang cinta dan kehilangan.
Saya beruntung, karena saya menemukan apa yang saya cintai pada masa-masa
awal kehidupan saya. Woz (Stephen Wozniak) dan saya memprakarsai Apple di
garasi orang tua saya ketika umur saya masih 20 tahun. Kami bekerja keras,
sehingga dalam 10 tahun saja Apple sudah berkembang dari perusahaan yang kami
kerjakan berdua di garasi menjadi perusahaan bernilai $2 Milliar dengan lebih
dari 4,000 karyawan. Kami baru saja meluncurkan karya terbaik kami – The
Machintos –setahun sebelumnya, ketika usia saya memasuki 30 tahun. Dan,
kemudian saya dipecat.
Bagaimana mungkin Anda dipecat dari perusahaan yang Anda dirikan? Begitulah,
sejalan dengan pertumbuhan Apple, kami kemudian merekerut seseorang yang saya
kira sangat berbakat untuk menjalankan perusahaan bersama saya. Pada tahun
pertama, semuanya berjalan lancar. Namun, kemudian visi kami tentang masa depan
mulai berbeda, dan akhirnya kami terlibat dalam perseteruan sengit. Ketika itu
terjadi, Board of Directors memihak kepadanya. Lalu, pada usia 30 tahun itu;
saya dipecat. Saya benar-benar tersingkir dari muka public. Semua hal yang saya
dambakan disepanjang hidup saja telah sirna, dan itu sungguh merupakan sebuah
bencana yang menyakitkan.
Saya benar-benar tidak tahu, apa yang harus saya lakukan selama
berbulan-bulan setelah itu. Saya merasa telah meruntuhkan sebuah generasi
kewirausahaan, seolah saya telah menjatuhkan „tongkat musik konduktor‟ yang
saat itu menjadi tanggungjawab saya. Lalu saya menemui David Packard dan Bob
Noyce untuk meminta maaf kepada mereka karena saya telah membuat semua kekacauan
itu. Saya sungguh telah benar-benar gagal, sehingga saya pernah berniat untuk
melarikan diri dari the valley. Namun, secara perlahan muncul sebuah titik
terang dalam diri saya – saya masih mencintai pekerjaan saya. Apa yang telah
terjadi di Apple tidak bisa merenggutnya barang sedikit pun. Saya telah
disia-siakan, tapi saya masih mencintainya. Oleh karena itu, saya memutuskan
untuk memulai kembali.
Semula saya tidak menyadarinya; namun kemudian saya tahu bahwa ternyata
dipecat dari Apple merupakan peristiwa terbaik yang menimpa diri saya. Beban
berat yang harus saya pikul sebagai orang sukses, lalu diganti dengan beban
kecil sebagai seorang pemula, tanpa harus merasa khawatir akan banyak hal
lainnya. Semuanya itu, memberi saya kebebasan untuk memasuki suatu periode
paling kreatif dalam kehidupan saya.
Dalam lima tahun kemudian, saya memulai sebuah perusahaan bernama NeXT,
serta perusahaan lain bernama Pixar, dan jatuh cinta kepada seorang perempuan
luar biasa yang kemudian menjadi istri saya. Pixar membuat film animasi
computer pertama didunia yaitu Toy Story, dan saat ini merupakan studio animasi
paling sukses didunia. Selanjutnya sebuah peristiwa yang bersejarah terjadi,
Apple membeli NeXT, sehingga saya kembali ke Apple. Dan teknologi yang kami
kembangkan di NeXT menjadi inti dari kebangkitan Apple dimasa kini. Dan Laurene
bersama saya menjalani kehidupan keluarga yang sangat indah.
Saya sangat yakin bahwa semua ini tidak akan terjadi jika saya tidak dipecat
dari Apple. Itu seperti pil yang rasanya sangat pahit, namun saya yakin pasien
membutuhkannya. Kadang-kadang, kehidupan menonjok anda tepat diubun-ubun dengan
pukulan berat. Jangan pernah kehilangan keyakinan. Saya yakin bahwa
satu-satunya hal yang membuat saya bertahan dan terus berusaha adalah; karena saya
mencintai apa yang saya kerjakan.
Anda harus menemukan apa yang anda cintai. Dan itu berlaku pada pekerjaan
anda, juga pada orang-orang yang Anda cintai. Pekerjaan anda akan mengisi
sebagian besar hidup anda, sehingga satu-satunya cara untuk mendapatkan
kepuasan darinya adalah; untuk melakukan pekerjaan yang anda yakini sebagai
pekerjaan yang berharga. Dan satu-satunya cara untuk melakukan pekerjaan
berharga adalah dengan cara; mencintai apa yang anda kerjakan. Kalau anda belum
menemukannya, teruslah mencari. Jangan menyerah. Seperti segala sesuatu yang
berhubungan dengan hati, Anda akan tahu ketika anda menemukannya. Dan, seperti
halnya semua hubungan yang agung, maka semuanya akan terus berkembang untuk
menjadi lebih baik, dan menjadi lebih baik lagi seiring dengan perjalanan
waktu. Jadi, teruslah mencari. Jangan pernah berhenti.
Kisah ketiga saya adalah tentang kematian.
Ketika berusia 17 tahun, saya membaca sebuah kutipan yang bunyinya kira-kira
begini; “Jika Anda menjalani hidup setiap hari seolah-olah itu merupakan hari
terakhir dalam hidup anda, maka pada suatu hari anda akan benar-benar mengalami
hari terakhir itu.” Kalimat itu sangat mengesankan bagi saya, dan sejak saat
itu, selama 33 tahun terakhir, setiap pagi saya menatap cermin dan bertanya pada
diri sendiri;”Kalau ini adalah hari terakhir dalam hidup saya, apakah saya akan
melakukan apa yang selayaknya saya kerjakan hari ini?” Dan jika jawabannya
adalah „Tidak‟, dalam beberapa hari berturut-turut, saya tahu bahwa ada sesuatu
dalam diri saya yang harus saya ubah.
Menyadari bahwa saya akan segera mati adalah sarana paling penting untuk
membantu saya membuat pilihan besar dalam hidup. Sebab, hampir segala hal –
semua tuntutan eksternal, semua kebanggaan, semua ketakutan untuk dipermalukan,
dan segala kekhawatiran akan kegagalan – semuanya itu, tiba-tiba saja menjadi
tidak lagi bernilai ketika berhadapan dengan kematian, sehingga yang tersisa
hanyalah apa yang „benar-benar penting‟ saja. Menyadari bahwa anda akan mati
adalah cara terbaik untuk membebaskan diri dari jebakan pemikiran bahwa anda
akan kehilangan sesuatu. Anda sudah tidak memiliki apapun. Sehingga tidak ada
alasan bagi anda untuk tidak mengikuti kata hati.
Sekitar setahun yang lalu, saya didiagnosis penyakit kanker. Saya menjalani
pemeriksaan pada jam 7:30 pagi, dan hasilnya menunjukkan ada tumor pada
pancreas saya. Bahkan, saya tidak tahu pancreas itu apa sebelumnya. Dokter
mengatakan bahwa ini adalah kanker yang tidak dapat disembuhkan, dan harapan
hidup saya hanya tinggal sekitar 3 sampai 6 bulan saja. Dokter menganjurkan
supaya saya segera pulang dan „mempersiapkan segalanya‟, dimana ini adalah kode
dari dokter tentang „mempersiapkan diri untuk mati‟. Artinya, saya harus
menjelaskan semuanya kepada anak-anak saya tentang sesuatu yang tidak ingin
saya ceritakan dalam waktu sedekat itu. Dengan begitu segala sesuatunya bisa
dipersiapkan, sehingga keluargamu tidak terlalu kaget jika saatnya tiba nanti.
Dan itu berarti mengucapkan ‘selamat tinggal’.
Saya menjalani hidup bersama penyakit itu sepanjang hari. Kemudian, pada
suatu sore saya menjalani biopsy, dimana mereka memasukkan alat endoskopi
kedalam kerongkongan saya, melintasi lambung, dan masuk kedalam usus, lalu
meletakkan jarum kecil di pankreas saya, dan mengambil beberapa sel tumor itu.
Saya dibius, namun istri saya yang menemani mengatakan bahwa ketika mereka
melihat sel-sel itu dibawah mikroskop, dokter mulai menangis, karena keajaiban
telah mengubah sel kanker itu sehingga masih mungkin untuk disembuhkan melalui
pembedahan. Saya menjalani operasi itu, dan syukurlah, saya baik-baik saja
sekarang.
Ini merupakan saat dimana saya berhadapan dengan kematian dalam jarak yang
teramat dekat, dan saya berharap tidak mengalaminya lagi dalam beberapa puluh
tahun kedepan. Karena pernah berada sedekat itu, sekarang saya bisa
menceritakan soal kematian kepada anda dengan lebih meyakinkan daripada
menjelaskannya dengan sekedar konsep intelektualitas semata.
Tidak seorangpun ingin mati. Bahkan, orang yang ingin masuk sorga tidak
ingin mati untuk memasukinya. Namun, kita semua sama-sama menuju kepada
kematian. Tak seorangpun bisa lari darinya. Dan itu merupakan sebuah kepastian,
karena boleh jadi kematian merupakan satu-satunya proses pencarian terbaik atas
makna kehidupan. Kematian adalah agen perubahan bagi hidup. Kematian
membersihkan hal-hal yang sudah uzur, untuk membuka jalan bagi hal-hal baru.
Sekarang, hal baru itu adalah anda, namun suatu saat nanti tidak lama lagi dari
sekarang, anda akan berangsur-angsur menjadi tua dan harus digantikan. Maaf
jika kata-kata saya terdengar begitu dramatis, namun benar adanya.
Waktu anda sangat terbatas, jadi jangan membuang-buang waktu untuk mengambil
jatah hidup orang lain. Jangan terjebak dalam dogma – yaitu menjalani hidup
dari hasil pemikiran orang lain. Jangan membiarkan pendapat orang lain menutupi
suara kalbu anda. Dan yang terlebih penting lagi, milikilah keberanian untuk
mengikuti suara hati dan intuisi anda. Karena kedua hal itu sudah mengetahui
apa yang benar-benar anda inginkan dalam hidup anda. Hal yang selain dari itu,
bersifat sekunder.
Ketika saya masih muda, ada sebuah publikasi mengagumkan yang disebut “The
Whole Earth Catalog”, yang merupakan salah satu buku panduan bagi generasi
saya. Media itu dibuat oleh orang bernama Stewart Brand yang tinggal tidak jauh
dari sini di Menlo Park, dan dia menyajikannya dengan sentuhan-sentuhan puitis
yang memikat. Ketika itu akhir tahun 1960-an, sebelum lahirnya publikasi
melalui personal computer dan desktop; sehingga segala sesuatunya dibuat dengan
mesin ketik, gunting, dan kamera Polaroid. Media itu bagaikan Google dalam
bentuk cetakan, pada era 35 tahun sebelum Google ada; dia dipenuhi oleh
gagasan, dihiasi dengan beragam sarana menawan, dan kosa-kata yang mengesankan.
Stewart dan teman-temannya menerbitkan beberapa edisi “The Whole Earth
Catalog”, dan setelah berjalan beberapa waktu, mereka menerbitkan edisi
terakhirnya. Itu terjadi di pertengahan tahun 1970-an, dan ketika itu saya
masih seusia anda. Disampul belakang catalog terakhir itu ada sebuah foto jalan
pedesaan diwaktu pagi, semacam pemandangan yang anda dapatkan ketika anda
tengah menaiki sebuah truk kalau anda senang berpetualang. Dibawah foto itu,
ada kata-kata;”Stay Hungry. Stay Foolish” (Jangan pernah puas, Selalu merasa bodoh). Itu merupakan salam perpisahan yang
mereka ucapkan dalam edisi terakhirnya. Stay Hungry. Stay Foolish. Dan saya
selalu mengatakannya kepada diri saya sendiri. Dan sekarang, saat anda diwisuda
untuk memulai lembaran kehidupan baru, saya mempersembahkan kata-kata itu
kepada anda.
Stay Hungry. Stay Foolish. Thank you all very much.
Stay Hungry. Stay Foolish. Thank you all very much.
mantap bugul!!!
BalasHapussemangat terus ya bugul memberikan motivasi-motivasi buat orang banyak bugul!!!
Thanks
Pagul
^_^ siap pagul.....
BalasHapusdtunggu support of ide.nya.....
Sipppp... Insya Allah ya bugul...
BalasHapus